Program makanan gratis yang diluncurkan pemerintah Indonesia sebagai strategi peningkatan gizi anak sekolah kini menghadapi kritik tajam. Setelah lebih dari 5.000 siswa dilaporkan mengalami keracunan makanan, banyak pihak mendesak agar program ini dievaluasi, bahkan dihentikan sementara hingga pengawasan keamanan pangan terjamin.
Latar Belakang Program
Program ini bertujuan memberikan gizi seimbang bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, sekaligus menekan angka stunting. Namun, implementasinya melibatkan ribuan vendor lokal sehingga pengawasan kualitas menjadi tantangan besar.
Insiden Keracunan Massal
Ribuan siswa di berbagai daerah dilaporkan mual, muntah, dan diare setelah mengonsumsi makanan program. Investigasi awal menunjukkan adanya masalah pada penyimpanan, pengolahan, serta distribusi makanan yang tidak sesuai standar.
Kritik dari Publik dan Akademisi
"Program makanan gratis itu baik, tapi kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas," ujar seorang pakar gizi dari UI.
LSM menilai kasus ini sebagai alarm darurat, mendesak audit menyeluruh terhadap vendor, dan meminta agar aspek keselamatan anak diprioritaskan di atas target kuantitas.
Respon Pemerintah
Pemerintah menyatakan prihatin dan berkomitmen melakukan perbaikan, termasuk memperketat seleksi vendor, sertifikasi higiene, serta audit distribusi. Namun, kritik menyebut langkah itu masih reaktif.
Dampak Sosial dan Politik
Banyak orang tua kini ragu mengizinkan anak ikut program. Beberapa sekolah menunda distribusi, sementara oposisi menjadikan kasus ini sebagai amunisi politik untuk mengkritik pengelolaan anggaran.
Penutup
Insiden keracunan massal ini menjadi pengingat bahwa niat baik harus didukung manajemen profesional. Program makanan gratis hanya bisa berhasil jika keselamatan anak ditempatkan sebagai prioritas utama.